Selama bertahun-tahun, banyak pimpinan di sektor publik telah mempromosikan penggabungan informasi manajemen kinerja sebagai bagian dari proses persetujuan anggaran tahunan, agar lebih fokus pada hasil dan dampak anggaran.
Kebalikan dari pendekatan anggaran tradisional yang membandingkan pengeluaran sesungguhnya dan yang sudah dianggarkan, Anggaran Berbasis Kinerja atau Performance-Based Budgeting mengubah cara pikir dan proses mengenai bagaimana perusahaan, terutama yang ada di sektor publik, mengevaluasi proyek-proyek mereka demi alokasi sumber daya yang lebih efektif.
Anggaran tradisional adalah pendekatan yang berorientasi pada layanan, di mana sebagian besar perusahaan mempertimbangkan apa yang dianggarkan tahun lalu dan bagaimana itu sebaiknya berubah. Dalam pendekatan semacam ini, akan timbul pertanyaan biaya apa yang akan dibebankan agar bisa memberikan layanan yang sama seperti tahun sebelumnya.
Di sisi lain, Anggaran Berbasis Kinerja justru fokus pada hasil. Pertanyaan yang timbul dalam pendekatan ini adalah, bagaimana cara mengefektifkan sumber daya publik agar hasilnya mencapai target?
Kedua model anggaran ini memiliki tujuan yang sama, yakni mengalokasikan sumber daya keuangan sektor publik yang terbatas untuk melayani penduduk. Namun, fokus dua metode ini sangat berbeda.
Mengubah Cara Dalam Perencanaan, Pemograman, dan Pengaturan Anggaran
Di sektor publik, usaha untuk bergeser dari anggaran tradisional ke Anggaran Berbasis Kinerja yang fokus pada hasil, memang sudah lama dilakukan.
Metodologi “Perencanaan, Pemograman, dan Pengaturan Anggaran” berawal dari pertengahan tahun 1960-an, saat metodologi ini mulai digunakan di perusahaan sektor publik. Beberapa tahun belakangan ini, ada kebangkitan kartu skor Manajemen Kinerja, di mana yuridiksi menentukan tujuan berdasarkan Key Performance Indicators (KPIs).
Namun, hanya sedikit perusahaan yang benar-benar menyatukan informasi berdasarkan kinerja ke proses pengalokasian dan pengawasan sumber daya. Walaupun kartu skor Manajemen Kinerja diadopsi secara luas, penggunaannya jarang sekali di dalam proses penyusunan anggaran. Alasannya antara lain:
- Pendekatan Anggaran Berbasis Kinerja membutuhkan perubahan cara pikir dari semua peserta; termasuk manajer, pembuat peraturan, dan bahkan penduduk.
- Karena fokusnya pada hasil, hal ini membuat berbagai divisi harus mengembangkan dan mendanai programnya.
- Kurangnya metodologi standard dan alat-alat teknologi untuk mendukung usaha pengadopsian Anggaran Berbasis Kinerja ini.
Namun beberapa tahun belakangan ini, pengadopsian Anggaran Berbasis Kinerja telah meningkat, berkat dorongan dari ketatnya sumber daya, transparansi publik, dan pengaruh sektor privat. Ada lebih banyak pemerintah an di seluruh dunia yang mengeksplorasi pengadopsian ini untuk hasilkan keputusan yang lebih baik dan mengoptimasi sumber daya publik.
Meskipun Anggaran Berbasis Kinerja ini tidak perlu menjadi sistem rumit yang menghasilkan keputusan secara otomatis, data kinerja yang digunakan selama proses untuk mempengaruhi dan menuntun keputusan anggaran adalah teknik yang bisa diterapkan di semua yuridiksi. Sebagai hasilnya, Anggaran Berbasis Kinerja telah mendorong terjadinya suatu perubahan di badan pemerintahan dalam menentukan anggaran di masa depan.
Perumusan Anggaran Berbasis Kinerja
Pengadopsian Anggaran Berbasis Kinerja melibatkan dua kegiatan utama – i) Membentuk strategi, target kinerja untuk perusahaan di sektor publik, dan ii) menentukan biaya pada hasil dan menggunakan informasi itu selama proses penyusunan anggaran. Di banyak yuridiksi, kegiatan pertama dilakukan dengan cukup baik. Namun, informasi itu tidak digunakan saat perundingan soal anggaran.
Untuk itu, dibutuhkan solusi yang menggabungkan informasi kinerja dengan informasi tradisional yang bisa digunakan selama penyusunan anggaran. Tujuannya adalah untuk sistem yang mengalokasikan sumber daya publik dalam cara yang bisa membantu memaksimalkan hasil yang diinginkan, tetapi masih bisa memonitor input dan output. Ini kebalikan dari pendekatan anggaran biasa yang digunakan oleh sebagian besar pemerintahan.
Harus dicatat, ada permasalahan perusahaan yang signifikan dalam menerapkan Anggaran Berbasis Kinerja. Hal ini karena bisa menyebabkan perubahan besar dalam praktik tradisional dan membutuhkan dukungan pemangku jabatan tinggi. Selain itu, Anggaran Berbasis Kinerja juga menciptakan beban administratif yang bisa saja menghalangi prosesnya.
Manajemen Kinerja Enterprise atau Enterprise Performance Management (EPM)
Untuk merespon permasalahan ini, solusi Enterprise Performance Management (EPM) bisa menawarkan tiga elemen dalam Anggaran Berbasis Kinerja (kartu skor Manajemen Kinerja, Perecanaan dan Penyusunan Anggaran, serta Analisis Biaya) untuk meringankan beban administratif tersebut.
- Manajemen Kinerja: Kartu skor kinerja adalah medium yang memungkinkan pengguna untuk menciptakan dan menelusuri strategi, serta pengukuran kinerja.
- Perencanaan dan Penyusunan Anggaran: Aplikasi ini menelusuri anggaran yang detail dan informasi pengeluaran, serta memungkinkan pengguna untuk menciptakan dan memfinalisasi anggaran secara mendetail.
- Manajemen Profitabilitas dan Biaya: Analisis biaya memungkinkan perusahaan untuk mengumpulkan informasi biaya dari banyak sumber dan menciptakan model untuk analisis biaya. Informasi ini kemudian bisa digunakan selama proses Anggaran Berbasis Kinerja.
Ketiga aplikasi ini bisa bekerja secara terpisah. Kartu skor Manajemen Kinerja dan Perencanaan dan Pengaturan Anggaran adalah dua elemen yang dianggap perlu. Namun, elemen ketiga, Analisis Biaya, adalah alat yang bagus untuk mengulas biaya dan memastikan biaya itu valid. Hasil analisis biaya bisa digunakan sebagai target untuk kartu skor dalam memonitor apakah anggarannya tetap di jalur yang benar.
Semakin banyak yuridksi yang bergerak menuju penggunaan informasi kinerja selama proses perencanaan anggaran. Ada dua faktor yang memungkinkan ini terjadi. Pertama adalah pengakuan bahwa meskipun sulit, nilai Anggaran Berbasis Kinerja pada penduduk tidak bisa disangkal. Kedua, teknologinya tersedia untuk mendukung proses-proses ini dengan cara yang bertahan dan efektif dari segi biaya.
Solusi EPM komplit yang menggunakan informasi tentang kinerja dan biaya selama proses penyusunan anggaran termasuk penting dalam menciptakan pemerintahan yang efisien dan efektif.
Profil penulis:
Francis Han, General Manager, EPM-BI Exalytics, Oracle Corporate
Francis Han menjabat sebagai General Manager untuk ASEAN Applications di Oracle Corporation. Francis bertaggungjawab untuk penjualan Business Analytics di ASEAN.
Francis mendapatkan gelar BEng Hons dari jurusan Teknik Elektronik dari Universitas Surrey, dan gelar Diploma dari Singapore Polytechnic (Gold Medal 1986) dan CIMA Diploma dari jurusan Akuntansi.