Realita dalam Manajemen Data: Survei IDC Menemukan bahwa Organisasi Membutuhkan Strategi Data yang Lebih Terpusat
Laporan menunjukkan bahwa perusahaan gagal mendapatkan nilai maksimal dari data mereka karena pendekatan departmental ke manajemen data
- Penemuan memastikan pandangan CommVault bahwa organisasi di Asia Pasifik akan berjuang untuk mewujudkan nilai bisnis dari aset data utama tanpa strategi manajemen data holistik.
- Data tersebar di departemen yang berbeda dan lokasi on-premise, di pusat data pihak ketiga dan di lingkungan highly-virtualised. Proses-proses manajemen data utama sering tidak terdefinisi, dikelola atau terukur dengan baik, menimbulkan kekhawatiran C-level.
- Solusi yang dapat memungkinkan manajemen end-to-end, perlindungan dan akses semua aset data sangat dipertimbangkan oleh CIOs di Asia Pasifik, dan mendukung ketertarikan untuk mengadopsi di skala global.
JAKARTA, Indonesia – 3 Agustus, 2015: CommVault (NASDAQ: CVLT), pemimpin dalam perlindungan data dan pengelolaan informasi perusahaan, hari ini mengumumkan penemuan-penemuan dari survei IDC baru dan whitepaper yang fokus pada cara silo data di organisasi di Asia Pasifik membatasi kemampuan untuk membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mendasar, yang menyebabkan meningkatnya biaya TI.
CommVault menugaskan IDC untuk melakukan survei terhadap 600 pembuat keputusan TI di Asia Pasifik dan India agar lebih memahami bagaimana mereka dapat memanfaatkan data, sebagai satu aset strategis sekaligus meminimalisir risiko dan biaya yang terkait. Meskipun fokus pada lokasi geografis tertentu, hasil survei ini menunjukkan perusahaan-perusahaan di dunia menghadapi masalah-masalah data yang sama.

Mark Bentkower, CISSP, Director Systems Engineering ASEAN, CommVault
Temuan-temuan ini, khusus seputar bagaimana pengelolaan data yang berbeda menyebabkan kenaikan biaya dan risiko, menyerukan kekhawatiran menyeluruh dari CIO di dunia. CIO berada pada posisi utama untuk mencegah isu-isu tersebut dan menggelar solusi yang diperlukan untuk mengelola organisasi mereka untuk keberhasilan pengelolaan data.
Penemuan-penemuan utama dari survei IDC antara lain:
- Dua tantangan manajemen data teratas untuk APAC meliputi permintaan pengambilan data yang lebih mudah dan lebih cepat dan pertumbuhan eksponensial dan kompleksitas data. Namun, Indonesia menempati urutan pertama untuk penarikan data yang lebih cepat, lebih mudah (92 persen), diikuti oleh tekanan anggaran (88 persen).
– Organisasi di Singapura menyadari kebutuhan pengambilan data yang lebih cepat dan lebih mudah (86 persen) sebagai tantangan terbesar. Ini merupakan pergeseran dari 12 bulan lalu di mana keduanya berada pada posisi sebaliknya.
– Organisasi di Thailand menyadari tekanan anggaran (52 persen) sebagai tantangan utama, sebagai tantangan ke-4 terbesar di wilayah APAC.
- 40 persen dari pembuat keputusan TI di wilayah APAC melaporkan bahwa backup, recovery, perlindungan data dan strategi analitik masih ditangani di tingkat departmen.
– Hampir setengah (42 persen) dari perusahaan di Indonesia merujuk pada tren menjaga manajemen data dan strategi analitik pada tingkat departmental yang menyebabkan data silo. Manajemen data silo ini telah membawa sejumlah masalah mendasar bagi tim TI, dengan 38 persen yang menyatakan bahwa keamanan sebagai perhatian utama, dibandingkan dengan 29 persen untuk APAC secara keseluruhan.
- Saat mempertimbangkan solusi backup dan recovery, pemimpin TI di Indonesia mempertimbangkan platform end-to-end sebagai pertimbangan utama dalam pengambilan-keputusan.
Menurut Mark Bentkower, CISSP, Director Systems Engineering ASEAN, CommVault, penemuan-penemuan laporan ini memvalidasi pentingnya kecepatan dan scale dalam mengelola informasi bisnis yang penting.
“CIO di seluruh dunia menghadapi masalah yang sama, yaitu silo pengelolaan data mereka menciptakan bottlenecks yang mengakibatkan hilangnya peluang dan menghambat organisasi mendapatkan nilai data yang maksimal sebagai aset yang kuat, dan strategis,” ujar Bentkower. “Dengan menggunakan pendekatan yang lebih terintegrasi ke manajemen data, mereka dapat lebih mudah memanfaatkan teknologi baru dan lebih terbuka seperti cloud, sekaligus meningkatkan keamanan informasi.”
Masalah-masalah silo data disoroti oleh peralihan menuju apa yang disebut IDC sebagai “3rd Platform,” dimana semakin banyak perusahaan yang meningkatkan fokusnya pada pandangan holistik sistematis dari data mereka untuk membuat keputusan perusahaan secara efektif. Pendekatan 3rd Platform memberikan peluang yang signifikan bagi perusahaan untuk mendukung pertumbuhan dan inovasi di masa depan dan memperkuat risiko departmental ke manajemen data.
Daniel-Zoe Jimenez, Senior Program Manager, Big Data, Analytics, Enterprise Applications & Social IDC mengatakan, “Di era 3rd Platform, menjadi sebuah organisasi berbasis data bukan lagi sebuah pilihan, tapi suatu keharusan. Membuat keputusan berdasarkan pendekatan yang berbasis data tidak hanya meningkatkan akurasi hasil, tetapi juga memberikan konsistensi dalam memberikan hasil diinterpretasikan dan memberikan feedback ke perusahaan. Perubahan penting cara data disimpan, dikelola dan dianalisis menuntut organisasi untuk pindah dari pendekatan departmental (atau siloed) saat mengelola aset data mereka ke dalam budaya data-driven terintegrasi.”
Hasil survei dan whitepaper, berjudul “The Data-Driven Organisation: Unlocking Greater Value from Data and Minimising its Associated Costs and Risks,” mencakup 10 negara: Australia, Selandia Baru, Tiongkok, Hong Kong, Korea, Singapura, Malaysia, Thailand, Indonesia dan India.
Untuk mengunduh hasil survei dan whitepaper, mohon kunjungi: http://connectus.commvault.com/LP=1613